Home » » Konstruksi Pemikiran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Konstruksi Pemikiran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Wednesday 27 November 2013 | 20:47

gus dur, biografi gus dur, humor gus dur, foto gus dur, profil gus dur, cerita gus dur, guyonan gus dur, abdurrahmanwahid, politik gus dur,
Konstruksi Pemikiran Politik Gus Dur
Sebagai seorang intelektual politik, KH.Abdurrahman Wahid  mampu melakukan banyak manuver dalam dinamika politik nasional.Manuver tersebut tidak tanggung-tanggung dilontarkan secara vulgar, kritis, zig-zag, bahkan terkesan paradoks, inkonsistesi, serta tidak jarang mengundang kontroversi.Kenyataan tersebut menjadi salah satu tipikal yang khas dalam melakukan interaksi dan advokasi politik. Menurut Munawar Ahmad, salah satu keunikan dan daya tawar politiknya yang patut diperhitungkan dalam sejarah pemikiran politik adalah kemampuannya membangun intelektualisme dan aktivisme politik sekaligus, yang jarang dilaukan para kiai di lingkungannya[1]

Konstruksi Pemikiran Politik Gus Dur

Dalam memahami pemikiran politik Gus Dur secara utuh dengan segala kelebihan dan kelemahannya, identifikasi kostruksi pemikirannya merupakan hal yang penting.[2]Hal ini disebabkan intelektual dengan ragam predikat ini seringkali dianalisa dengan satu sudut pandang saja, bahkan sangat partikular.Di satu sisi, pemikiran dan aksi politik Gus Dur dipengaruhi oleh konstruksi sosiologi dan antropologinya sebagai political man dan religious man yang dihasilkan dari keturunan kelaurga santri tradisional.[3] Kesalahfahaman dalam memandang Gus Dur di antara kedua predikat ini menyebabkan frame yang inkonsisten, oportunistik, bahkan hipokrit.


Di sisi lain, konstruksi pemikiran politik Gus Dur tak dapat dilepaskan dari budaya polik NU melalui metodologi  ahlusunnah waljamaah, petualangan intelektual di Mesir, Irak, Belanda, Jerman dan Prancis, peer group (kepribadian dengan orang yang memiliki kesamaan dalam berfikir dan pandangan politik) bersama kalangan keagamaan progressif dan gerakan kritisisme, policy community seperti forum demokrasi, dan konstruksi epistimologi kritis yang diperoleh dari Ibn Rusyd, Ali Abdu ar Raziq, Aristoteles, Karl Marx, Lenin, Mao, Mahatma Ghandi, Henry S. Truman, dan pemikir krtis lainnya. Semua faktor tersebut turut mewarnai sintesis corak intelektualisme Gus Dur, melampaui kemapanan pemikiran yang telah dijelajahinya.
Melalui analisa terhadap berbagai tulisan dan dokumen audio visual terkait pemikiran, biografi, dan aksi politik Gus Dur, pemikiran politiknya diklasifikasi menjadi beberapa bagian. Hal tersebut terkait relasi agama, budaya dan sosial, yang ditransformasikan ke dalam  politik dan ketatanegaraan.
Akan tetapi, hasil pemikiran politik Gus Dur yang tampil ke permukaan bukanalah produk yang terlepas dari kerangka berpikir dan metodologi. Pemikiran politik yang dihasilkan merupakan hasil sintesa antara berbagai pemikiran yang pernah dijelajahi sehingga menjadi sebuah pemikiran yang otentik dan integral. Ia menghendaki masyarakat sosialis, tetapi mengritik Marxisme, begitu juga pemikirannya dipengaruhi oleh pemikkiran dan kebudayaan NU, tapi Gus Dur mampu melampaui NU itu sendiri. Begitu juga ketika ia menyuarakan kebebasan dan modernisasi, tidak lantas ia menjadi seorang yang liberal, malah semakin menjadi seorang yang tetap memegang teguh nash (Al Qur’an dan Sunnah) dan tradisi.





[1] Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur; Analisis Wacana Kritis, hal 3
[2]Pemikiran ialah kata benda, sedangkan kata kerjanya adalah berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pikiran ialah hasil berpikir, sedangkan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir. Dengan hal ini, pemikiran berarti akumulasi dari pikiran.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 683. 
[3]Sebagai seorang religious man, pemikiran keagamaannya berkaitan dengan proses interpretasi terhadap simbol-simbol keagamaan, ajaran agama, dan hubungan Tuhan dengan manusia an sich. Sementara sikapnya sebagai political man ialah melakukan interpretasi pemikiran keagamaan yang dikolerasikan dengan political event, dengan melakukan transformasi politik melalui spirit agama  sebagai basisnya. Konstruksi Gus Dur sebagai political man dibentuk oleh fenomena sosial-politik dan budaya di tengah krisis identitas yang tengah berlangsung.Kaitannya dengan konstruksi antropologi-sosiologi dan psokologi Gus Dur, trah keluarga santri, lingkungan pesantren, dan keturunan “manusia besar” semacam KH Hasyim Asyari dan KH.Wahid Hasyim merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi perkembangan pemikiran politiknya. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur, hal. 57.

3 comments: